Surabaya, - Sejumlah pekerja rekreasi hiburan umum (RHU) yang tergabung dalam Badan Buruh dan Pekerja Pemuda Pancasila Kota Surabaya, mendatangi kantor DPRD Kota Surabaya, terkait penerapan Perwali Nomor 33 tahun 2020 yang dianggap merugikan dan mendesak untuk dicabut atau direvisi.
Ketua Komisi D Khusnul Khotimah mengatakan, jika pihaknya menerima pengaduan dari beberapa kelompok komunitas pekerja seni dan RHU, yang mengeluhkan soal penerapan Perwali 33 tahun 2020.
Baca Juga: Senja Surya 3.0 Sukses Dongkrak Transaksi dan Kenalkan Pasar Tradisional Surabaya
“Mereka menyampaikan keluhan tentang pelaksanaan Perwali 33 tahun 2020 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota,” ujar Khusnul Khotimah, usai menerima pengaduan. Senin (27/07/2020)
Dalam pengaduan ini, politisi perempuan PDIP ini mengaku sudah mendengarkan beberapa masukan maupun keluhan selama lima bulan terakhir karena tidak bisa bekerja.
“Selama lima bulan ini mereka tidak bisa bekerja sedangkan kebutuhan hidup harus tetap dipenuhi,” kata Khusnul.
Karena itu, kata dia, melalui pertemuan ini Komisi D meminta kepada Pemerintah Kota Surabaya untuk merevisi perwali 33 tahun 2020 dan yang kedua segera menyiapkan solusi kepada masyarakat karena terdampak.
“Karena lima bulan ini mereka tidak bisa bekerja dan mereka warga kota surabaya mengantungkan hidupnya pada industri (RHU) di surabaya,” pungkas Khusnul.
Di saat yang sama, Nurdin Longgari Ketua Badan Buruh dan Pekerja Pemuda Pancasila, mengatakan bahwa Perwali 33 tahun 2020 terutama di pasal 20, termasuk pasal 25 (a) tentang penerapan pemberlakukan jam malam dinilai sangat memberatkan bagi para pekerja RHU.
”Itu yang kami perjuangankan. Kami pekerja RHU tergabung dalam badan pekerja dan buruh Pemuda Pancasila meminta Perwali 33 tahun 2020 dicabut atau direvisi,” ujar Nurdin Longgari Ketu Badan Buruh dan Pekerja Pemuda Pancasila.
Jika sampai akhir bulan juli tidak dicabut atau revisi, kata Nurdin, maka pihaknya bersama seluruh pekerja RHU lainnya akan turun ke jalan untuk melakukan aksi yang lebih banyak lagi.
Baca Juga: Oknum Dishub Kota Surabaya Diduga Kerja Sama Parkir Liar Narik Sepuluh Ribu Per Sepeda Motor
“Jika tidak ada revisi ataupun mencabut perwali 33 tahun ini kita akan turun ke jalan melakukan aksi, pada hari senin, 3 Agustus 2020,” tegas Nurdin.
Selain Nurdin, tampak hadir juga M.Soleh Selaku Lowyer, dan juga kader Pemuda Pancasila, ia mengakui di sambati Nurdin, untuk bersama sama ke DPRD mengikuti Hearing terkait Perwali 33.
"Terkait Perwali 33 ini adalah kebijakan Walikota, Surabaya yang menurut saya merendahkan martabat teman- teman di DPRD Kota Surabaya, sebab apa, Perwali 33, rupanya tidak hanya hiburan malam, tapi orang dari luar kota melakukan rapid tes tiap dua minggu sekali, itu kalau di perlakukan bagi pekerja yang gajinya hanya tiga juta sebulan maka itu sangat merugikan," ujar M. Soleh.
"Yang kedua, orang yang berboncengan diatur pada pasal 24 itu tidak boleh naik sepeda motor, bayangkan saya ga yakin semua naik mobil, pasti banyak yang naik sepeda motor. Jika naik sepeda motor berboncengan harus dibuktikan dengan KTP, satu keluarga, dan itu kalau diperlakukan dalam Perwali 33 ratusan ribu orang tidak boleh jalan," jelas M. Soleh.
Yang ke tiga, tambah M. Soleh, ada pasal 25 A yang mengatur jam malam, dan jam malam diatur tanpa batas waktu dimulai jam 22.00 sampai jam berapa tidak jelas, jadi Perwali ini dibuat sangat tergesa- gesa hanya karena ada tuduhan ini zona hitam, zona merah, bingung Bu Risma, habis sujud tidak bisa menyelesaikan masalah,
Baca Juga: Ini Instruksi Sekretaris MPC Pemuda Pancasila Surabaya Jelang Pemilu 2024
"Jadi menurut saya, karena ini dampaknya sangat luar biasa, maka teman- teman DPRD Kota Surabaya tidak boleh diam, ketika teman- teman pekerja hiburan mau turun ke jalan, maka butuh suara yang tegas, butuh aksi yang tegas bahwa ini adalah hajat hidup yang sudah lima bulan tidak bisa bekerja, dan butuh makan," tegas Pengacara muda ini.
Hal senada juga disampaikan perwakilan musisi yang tergabung dalam Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) dan Persatuan Musik Melayu Indonesia (PAMMI) juga meminta agar Perwali 33 tahun 2020 direvisi ataupun dicabut.
“Kami (PAPPRI/PAMMI) juga sama meminta agar Perwali 33 tahun 2020 direvisi maupun dicabut,” ujar Imron Sadewo.
Menurut Pimpinan Orkes Moneta ini, karena Perwali 33 tahun 2020 musisi, penyanyi maupun dunia internaint lainnya tidak bisa bekerja untuk mengisi di acara orang hajatan.
“Jujur saja kami tidak bisa bekerja untuk mengisi acara di orang hajatan,” kata Imron. (*)
Editor : Redaktur