Pakar Hukum UI Nilai KPK Ingin Jerat La Nyalla

Momen KPK geledah rumah La Nyalla di Surabaya.
Momen KPK geledah rumah La Nyalla di Surabaya.

Surabaya, HNN.Com - Pakar Hukum Universitas Indonesia (UI) Chudry Sitompul menilai rangkaian penyidikan perkara yang menjerat pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2019-2024 yang dilakukan KPK terkesan dipaksakan untuk ikut menjerat Ketua DPD RI ke-5, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

Penilaian Chudry tersebut didasarkan kepada upaya dan narasi yang dibangun Komisi Anti Rasuah tersebut yang dimuat di beberapa media nasional. Dimana seolah LaNyalla adalah pihak yang patut diduga terlibat dan bertanggungjawab dalam perkara penerimaan dana hibah yang dalam penggunaanya menyimpang.

Baca Juga: KONI Jatim dan RS Ubaya Kerjasama dalam Penanganan Cedera Atlet

Pasalnya, narasi yang dibangun oleh KPK di sejumlah media massa menganggap La Nyalla merupakan pihak yang patut diduga terlibat dan bertanggungjawab dalam kasus tersebuPakar hukum Chudry Sitompul menerangkan, dasar hukum pengusutan perkara tindak pidana korupsi ini adalah pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas).

Pakar Hukum UI Chudry SitompulPakar Hukum UI Chudry Sitompul

Sumbernya adalah APBD Provinsi Jatim tahun 2019-2022 yang berasal dari rekomendasi anggota DPRD Jatim.

Kemudian dalam prosesnya ditemukan adanya penyimpangan. Yakni, pemotongan dan cash back kepada pimpinan dan anggota DPRD Jatim.

"Nah, penggeledahan di kediaman La Nyalla didasarkan atas Surat Perintah Penyidikan nomor 96/DIK/00/01/07/2024 tanggal 5 Juli 2024, yang merupakan Sprindik untuk tersangka saudara Kusnadi," beber Chudry, Sabtu, 19 April 2025, dikutip dari memorandum.disway.id

“Artinya, KPK menduga hasil tindak pidana korupsi saudara Kusnadi disimpan atau terdapat di kediaman La Nyalla. Atau, La Nyalla adalah salah satu pokmas penerima hibah atas rekomendasi saudara Kusnadi,” sambungnya.

Namun demikian, Chudry mempertanyakan dasar dugaan tersebut, mengingat La Nyalla tidak memiliki hubungan langsung dengan Kusnadi dan bukan merupakan penerima hibah atas rekomendasi Kusnadi atau anggota DPRD Jatim lainnya.

"Wajar jika kemudian penyidik KPK tidak menemukan apapun di kediaman La Nyalla," tandasnya.

Lebih lanjut, Chudry menyoroti alasan KPK yang menghubungkan penggeledahan dengan jabatan La Nyalla sebagai mantan Wakil Ketua KONI Jatim periode 2010-2019.

Ucok, panggilan akrab Chudry menjelaskan bahwa penerima Hibah APBD selalu menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), di mana organisasi seperti KONI daerah, KPUD, Panwaslu dan lainnya selalu ditandatangani oleh ketua, bukan wakil ketua.

“Jadi kalau pun KONI Jatim itu juga menerima hibah daerah dari Pemprov melalui Dispora, maka yang mempertanggungjawabkan itu ketua, bukan wakil ketua. Karena yang tanda tangan NPHD itu ketua, maka ini due process of law," jelasnya.

"Jadi harus ditegakkan secara adil, sehingga menghindari kesewenang-wenangan institusi penegak hukum terhadap masyarakat,” sambung ahli hukum pidana tersebut.

Baca Juga: Tim Balap Sepeda Jatim Siap Borong Emas di PON 2024

Chudry menekankan pentingnya jaminan hak setiap orang terhadap diri, kediaman, dan perlindungan dari pemeriksaan serta penyitaan yang tidak beralasan. Hal ini sesuai dengan prinsip due process of law dalam KUHAP.

Bantahan Kuasa Hukum Kusnadi
Sementara itu, tim kuasa hukum Kusnadi, mantan Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024, memberikan klarifikasi mengejutkan. Marthin Stiabudi, S.H., M.H. dari Adam & Associates dengan tegas menyatakan bahwa kliennya sama sekali tidak memiliki hubungan apa pun dengan La Nyalla.

"Dari awal hingga akhir, tidak pernah ada komunikasi maupun pertemuan antara kedua belah pihak," tegas Marthin dalam pernyataannya. Perkembangan kasus ini semakin menarik ketika melihat jumlah tersangka yang telah ditetapkan KPK.

Hingga saat ini, sudah 21 orang yang masuk dalam daftar tersangka, dengan rincian yang mencerminkan kompleksitas kasus ini.
Empat diantaranya merupakan penerima suap yang terdiri dari tiga penyelenggara negara dan satu staf, sementara tujuh belas lainnya berasal dari kalangan swasta dan pejabat yang diduga sebagai pemberi suap.

Penegasan tim hukum Kusnadi bahwa kasus yang menyeret klien kami berjalan secara terpisah dari penyidikan terhadap La Nyalla.

"Posisi Pak Kusnadi sebagai mantan Ketua DPRD Jatim priode 2019-2024. Sedangkan posisi Pak La Nyalla sebagai mantan Ketua DPD RI 2019-2024. Jadi tidak ada korelasi atau hubungan." papar Marthin.

Pernyataan ini jelas ingin memutus spekulasi yang mulai beredar di masyarakat mengenai adanya keterkaitan antara kedua tokoh tersebut

Baca Juga: Gelar Rakercab, MPC Pemuda Pancasila Tegaskan Siap Menangkan Ery Cahyadi di Pilwali Surabaya

Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini melakukan penggeledahan di kediaman La Nyalla Mahmud Mattalitti, anggota DPD RI asal Surabaya.

Langkah ini merupakan bagian dari penyidikan mendalam terkait dugaan korupsi dana hibah Pemprov Jatim yang telah menyeret banyak nama besar.

Menurut penjelasan Fitroh Rohcahyanto selaku Wakil Ketua KPK, penggeledahan tersebut berkaitan dengan periode La Nyalla saat menjabat sebagai Wakil Ketua KONI Jawa Timur.

Posisinya saat itu diduga kuat terkait dengan aliran dana hibah yang kini sedang diselidiki.

"Kami sedang mengumpulkan bukti-bukti terkait pengelolaan dana hibah selama periode tersebut," tegas Fitroh

(J1L/ol)

Editor : Redaktur