SURABAYA, HNN - Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN) Indonesia, mengaku prihatin atas tragedi di stadion Kanjuruhan Malang usai tuan rumah Arema FC kalah 2-3 dari Persebaya di pekan ke-11 liga 1 2022/2023, pada Sabtu (1/10/2022).
Dimana dalam insiden tersebut setidaknya 129 orang meninggal dunia dan 168 lainnya luka dan di rawat di berbagai rumah sakit di Malang dan sekitarnya. Banyaknya jumlah korban menimbulkan keprihatinan publik dan memukul keras dunia sepak bola Indonesia.
Baca Juga: Peretasan Sistem PDN Akibat Perang Modern atau Perlawanan Bandar Judi Online?
Ketua Umum LPKAN Indonesia, Muhammad Ali Zaeni mengatakan, bahwa insiden tewasnya ratusan suporter sepak bola itu merupakan peristiwa terburuk dalam sejarah oleh raga di Indonesia. Atas kejadian itu, LPKAN Indonesia ikut berbela sungkawa kepada keluarga korban.
“Kasus tewasnya ratusan suporter sepak bola di lapangan Kanjuruhan Malang itu merupakan cermin dari buruknya menajemen olah raga dan pengamanan oleh raga di Indonesia. Kami LPKAN Indonesia ikut berbela sungkawa terhadap keluarga para korban,” ujar Ali kepada wartawan di Surabaya, Minggu (2/10/2022).
Menurutnya, kasus tewasnya suporter sepak bola bukan kali ini saja. Sebelumnya dua suporter Persib Bandung pada bulan Juli lalu juga tewas. Adapun sanksi dan proses hukunya seperti apa, hingga sampai hari ini publik pun tidak mengetahuinya.
Terkait dengan peristiwa yang terjadi di stadion Kanjuruhan Malang, LPKAN Indonesia menilai pihak panitia penyelenggara maupun kepolisian kurang mengantisipasinya. Pihaknya juga mempertanyakan koordinasi yang terbangun antara panitia penyelenggara dengan aparat kepolisian sebelum pertandingan itu digelar.
“Jangan berbicara soal prestasi olah raga jika manajemen pengamanan saja amburadul. Tragedi Kanjuruhan itu merupakan potret buram manajemen olahraga di Indonesia,” terangnya.
Baca Juga: Bentuk FKN, Relawan Prabowo Gibran Siap Berkontribusi untuk Bangsa dan Negara
Selain itu Ali juga mempertanyakan standar operasional prosedur (SOP) pengamanan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam menangani kerusuhan di lapangan.
Padahal diketahui bahwa penggunaan gas air mata di stadion sepak bola sesuai aturan FIFA dilarang. Hal itu tercantum dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations pada pasal 19 huruf b disebutkan bahwa sama sekali tidak diperbolehkan mempergunakan senjata api atau gas pengendali massa.
“Tapi nyatanya di Stadion Kanjuruhan banyak penonton keracunan gas air mata. Lantas siapa yang bertanggungjawab dalam insiden tersebut? Jangan sampai nanti satu sama lain saling tuding. Jangan sampai ada yang mencari alasan lain untuk menutupi insiden tewasnya 129 anak bangsa itu,” tegas Ali.
Baca Juga: Jelang Pilpres, Politik Saling Sandera Mulai Mengemuka
Oleh karena itu, LPKAN Indonesia mendesak Kapolri untuk memecat Kapolda Jawa Timur dan Kapolres Malang karena diduga lalai dalam pengamanan kerusuhan yang terjadi di stadion Kanjuruhan yang mengakibatkan 129 nyawa melayang dan 168 orang menderita luka-luka.
Selain itu, pihaknya juga meminta Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan (Iwan Bule) untuk mengundurkan diri dari jabatannya, karena dinilai gagal membawa organisasi olah raga yang dipimpinnya menjadi catatan buruk dalam sejarah olah raga sepak bola di Indonesia.
“Jadi tidak bisa menjamin meski Mochamad Iriawan yang notabena mantan polisi itu dapat menjaga stbilitas olah raga sepak bola dan setiap pertandingan berjalan kondusif. Justru di bawah Iwan Bule ini peristiwa memilukan dan insiden tewasnya suporter ini terbanyak dalam sejarah. Maka tidak ada kata lain kepemimpinan PSSI saat ini harus mundur,”tegasnya. (S0N)
Editor : Adji