Berperang Tanpa Peluru : Pertaruhan Nyawa Dokter Militer Dibawah Puing Pesantren

Dunia mengukur kepahlawanan dari suara ledakan, desingan peluru dan derap langkah pasukan. Namun, di sudut sebuah desa di Sidoarjo, Jawa Timur, ada sosok "pahlawan" yang berjuang dalam senyap di celah sempit yang gelap. la tidak membawa senjata dan peluru, melainkan stetoskop dan pisau bedah. la tidak menembak musuh, melainkan bertaruh nyawa melawan waktu demi menyelamatkan hidup orang lain.

la adalah Kapten Ckm dr. Aaron Franklyn Soaduon Simatupang, seorang dokter militer muda dari satuan Pusat Kesehatan TNI Angkatan Darat yang belakangan menjadi sorotan Nasional setelah aksi heroiknya dalam tragedi ambruknya Pondok Pesantren Al-Khozini di Sidoarjo, Jawa Timur viral di banyak media.

Di tengah kegelapan malam, reruntuhan beton, dan suara tangis yang bersahut-sahutan, dr. Aaron membuat keputusan yang akan dikenang banyak orang: melakukan amputasi di lokasi kejadian demi menyelamatkan nyawa seorang santri berusia 16 tahun.

Dengan peralatan seadanya dan di bawah risiko tertimpa bangunan yang masih labil, ia memilih bertaruh nyawa agar seseorang yang belum ia kenal bisa melanjutkan kisah hidupnya.

"Cuma satu yang saya pikirkan: bagaimana korban itu harus selamat, apapun yang dipertaruhkan. Sekalipun nyawa saya, saya sudah siap," ujarnya tenang.

Lahir di Jayapura pada 29 Januari 1994, Aaron kecil tumbuh dalam keluarga yang menanamkan disiplin, kasih, dan tanggung jawab. Sebagaimana umumnya anak sebayanya, ia bercita-cita ingin menjadi dokter untuk menyembuhkan banyak orang. Namun perjalanan hidup membawanya ke arah lain.

Setelah menamatkan pendidikan kedokteran di Universitas Methodist Indonesia. Lulus dengan predikat cumlaude, serta lahir dari ayah dan ibu Dokter tidak lantas langsung membuat ia melanjutkan karir sebagai dokter sipil, ia memutuskan jalan berbeda yaitu bergabung dengan Korps Kesehatan Militer (CKM) TNI AD melalui jalur Perwira Karier (Pa PK) pada 2018.

"Saya ingin ilmu saya berguna lebih luas. Di TNI, saya bisa mengabdi untuk bangsa, bukan hanya untuk pasien di rumah sakit, melainkan ke lokasi pasien kritis yang benar-benar membutuhkan namun mungkin lokasinya sulit dijangkau oleh layanan kesehatan umumnya," katanya.

Baginya, dunia militer bukan tempat yang keras, melainkan ruang yang menumbuhkan dedikasi dan keberanian. Berbagai jabatan dalam satuan TNI Dari batalion elit Kostrad, menjabat sebagai Dokter Batalion Yonif Raider 323/ Buaya Putih, kemudian menjadi Komandan Kompi Kesehatan Lapangan di Batalyon Kesehatan 1 Divif 1 Kostrad, hingga menjadi Dokter Satuan tugas perdamaian dunia UNIFIL di Lebanon selatan, dr. Aaron menjalani setiap penugasan dengan semangat belajar dan mengabdi.

Kini, sambil melanjutkan pendidikan spesialis bedah tulang di Universitas Airlangga, ia semakin yakin bahwa tugas dokter dan prajurit sesungguhnya sama, yaitu menvelamatkan kehidupan dengan caranya masing-masing. Hatinya makin diliputi rasa syukur, karena menjadi dokter militer, makin memperluas medan pengabdiannya.

Naskah & Foto: Dispenad

Editor : Redaktur