Ketua PMRK Baru Dibentuk, Mediator Independen Dan Tidak Boleh Memihak

Surabaya, HNN - Pusat Mediasi & Resolusi Konflik (PMRK) saat ini telah memiliki perwakilan di 33 Provinsi dengan jumlah anggota 1418 orang. Ketua PMRK yang baru, Prof. Dr. Mokhammad Khoirul Huda.

Pengurus PMRK lanjut Prof. Huda, yang baru tahun 2025-2030 saat ini berkonsentrasi untuk penguatan kelembagaan organisasi baik tingkat pusat maupun wilayah, menyiapkan naskah akademik pembentukan UU Mediator, penyiapan specialisasi mediator dibidang kesehatan, tenaga kerja, bisnis dan lain-lain. Seperti Launching aplikasi PMRK, melalui Hp menjadi media komunikasi antar pengurus, anggota hingga masyarakat yg membutuhkan jasa mediator.

Baca Juga: Kisruh Warisan Keluarga Tandyo : Dua Saudara Gugat Empat Saudara Kandung Karena Aset Tak Dibagi

Disamping itu juga di perkenalkan pula Jurnal Jimly Legal Yustisia merupakan media menuangkan pemikiran-pemikiran ilmiah bagi para mediator

Diacara PMRK kali ini juga menggelar seminar bertajuk “Penguatan Peran Mediator Non-Hakim di Lembaga Peradilan dalam Upaya Mewujudkan Keadilan Restoratif” di Southern Hotel Surabaya, Sabtu (26/4/2025).

Dalam agenda ini, Prof. Dr. Mokhammad Khoirul Huda resmi dilantik sebagai Ketua PMRK menggantikan Prof. Dr. Basuki R. Wibowo. Seminar dilaksanakan secara daring dan luring, menghadirkan empat narasumber dari berbagai instansi.

Empat narasumber tersebut yakni Basuki R. Wibowo (Ketua PMRK), Edy Budianto (Kejati Jatim), Kombes Pol Sugeng Riyadi (Polda Jatim), dan Marsudin Nainggolan (Pengadilan Tinggi Surabaya).

Dalam paparannya, Basuki menyebut mediator sebagai profesi masa depan, mengingat tingginya beban perkara di kepolisian dan pengadilan.

Baca Juga: Rugikan PT BSA 27 Miliar Empat Terdakwa Penipuan Dan Penggelapan Dituntut Bervariasi Oleh JPU

“Ketika perkara bisa diselesaikan dengan damai di luar pengadilan, itu luar biasa,” ujarnya.

Ia menegaskan, keberadaan mediator tidak bertabrakan dengan program Restorative Justice (RJ) yang dijalankan di kepolisian dan kejaksaan.

“Mediator bisa dimanfaatkan untuk menengahi pelapor dan terlapor. Prinsipnya, mediator itu independen dan tidak boleh memihak,” jelasnya.

Dewan Pembina PMRK, Prof. Dr. Hesti Armiwulan, menambahkan mediasi kini menjadi tahapan wajib dalam perkara pengadilan, bahkan di Mahkamah Agung.

Baca Juga: Dien Fahrur Romadhoni Terpilih Aklamasi Sebagai Ketua PBSI Kabupaten Sidoarjo

“Dalam sengketa Pemilu misalnya, Bawaslu diharapkan menyelesaikan perkara melalui mediasi,” ujarnya.

Hesti juga menegaskan, mediator tidak harus berlatar belakang hukum. Tokoh masyarakat seperti kepala desa pun dapat menjadi mediator asal memahami permasalahan yang ditangani.

“Namun calon mediator tetap harus mengikuti pelatihan dan lulus ujian untuk menjadi mediator profesional,” pungkasnya.(Rif)

Editor : Redaktur