Surabaya, HNN.Com
Persidangan kasus penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi kembali menyita perhatian publik. Terdakwa H. Martolo bin alm Marsiyo, pemilik SPBN (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan) AKR 20.2.6.008 di Desa Paseseh, Kecamatan Tanjung Bumi, Bangkalan, harus menghadapi meja hijau di Pengadilan Negeri Surabaya,(16/9/2025).
Agenda sidang kali ini adalah pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla. Dalam dakwaannya, Martolo disebut telah menyalahgunakan distribusi BBM subsidi jenis Biosolar.
Baca Juga: Peringati HUT RI ke 80, RT 06 Kebraon Turut Sukseskan Acara Jalan Sehat yang di Gelar RW 02
Jaksa mengungkap, Martolo menjual BBM subsidi kepada Tomi Ali, yang bukan nelayan dan tidak berhak memperoleh jatah BBM bersubsidi. Penjualan dilakukan dengan harga Rp7.950 per liter, lebih tinggi dari harga resmi pemerintah yakni Rp6.800 per liter.
Lebih lanjut, transaksi dilakukan dalam jumlah besar menggunakan dua mobil pickup. Setiap mobil mengangkut 30 jerigen berkapasitas 30 liter. Total BBM yang dijual mencapai 8.000 liter dengan nilai pembayaran sebesar Rp63,75 juta. Uang hasil penjualan tersebut ditransfer langsung ke rekening Martolo.
“Seluruh BBM subsidi itu kemudian ditimbun oleh Tomi Ali di sebuah gudang di Desa Bulukagung, Bangkalan,” terang jaksa.
Baca Juga: KOMPAK Gelar Lomba Meriahkan HUT ke-80 RI, Hadirkan Pengacara Johanes Dipa di Podcast Inspiratif
Jaksa Estik Dilla menegaskan, tindakan terdakwa telah memenuhi unsur pidana karena menjual BBM subsidi di luar peruntukan, kepada pihak yang tidak berhak, serta dengan harga di atas ketentuan pemerintah.
“Terdakwa telah menyalahgunakan distribusi BBM subsidi untuk kepentingan yang tidak semestinya. Penjualan dilakukan kepada pihak yang tidak berhak, dengan harga di atas ketentuan pemerintah, dan jumlah yang melebihi peruntukan,” tegas Estik Dilla di ruang sidang Garuda, (16/9/2025).
Baca Juga: Kasasi Ditolak, Pengusaha Surabaya Menang Mahkamah Agung Tegaskan Jual Beli Sah
Atas perbuatannya, Martolo didakwa melanggar Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Meski ancaman hukuman bagi pelanggaran tersebut cukup berat, hal mengejutkan justru terjadi: Martolo hingga kini tidak dilakukan penahanan. Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar dan menjadi sorotan publik. (Rif)
Editor : Redaktur