UU KUHP Di Sahkan, Benarkah untuk Menjamin dan Melindungi Rasa Keadilan bagi Seluruh Warga Negara Indonesia .. ?

avatar Harian Nasional News

Oleh : Abdul Rasyid, S.Ag. - Sekjend DPP LPKAN Indonesia.

Jakarta, 09 Desember 2022
=================

Baca Juga: Peretasan Sistem PDN Akibat Perang Modern atau Perlawanan Bandar Judi Online?

UU KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) telah  disahkan oleh DPR RI pada Selasa 6 Desember 2022 menjadi Undang-Undang dan berlaku tiga tahun kemudian yakni; tahun 2025, merupakan Produk Politik yang akan dijadikan landasan hukum bagi setiap warga negara atas segala tindak dan perbuatannya dalam kehidupan secara individu, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dengan harapan, bahwa UU KUHP yang baru dapat memberikan perlindungan dan jaminan rasa keadilan bagi siapapun yang hidup di Wilayah Negara Republik Indonesia tanpa terkecuali, agar dalam kehidupan dapat berjalan tertib, adil, aman, dan damai yang harus dijaga dan dilaksanakan bersama oleh siapapun dengan tanpa membedakan apapun latar belakang strata sosialnya.

Sejak Rancangan sampai dengan pasca disahkan, UU KUHP memunculkan pandangan dan penilaian kritis dari publik dan dunia internasional, apalagi dalam proses pembahasan sampai dengan di sahkan, terdapat pasal-pasal yang masih menimbulkan polemik bagi publik dan bahkan dianggap kontroversial dalam pelaksanaannya, yakni ; tidak pro demokrasi, adanya diskriminasi, tidak pro pada pemberantasan korupsi, dan tidak pro pada Hak Asasi Manusia. Berikut Pasal-Pasal UU KUHP yang dianggap berpolemik dan kontroversial menurut pandangan dan penilaian Publik :

1. Pidana Penghinaan Terhadap Kepala Negara/Presiden atau Wakil Presiden

Pasal 218 mengatur ketentuan penghinaan kepada Kepala Negara/Presiden atau Wakil Presiden. Pelaku diancam hukuman tiga tahun penjara. Pasal ini merupakan delik aduan.

"Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV," bunyi pasal 218 ayat (1) KUHP.

Ayat (2) pasal tersebut memberi pengecualian. Perbuatan yang dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri tidak termasuk kategori penyerangan kehormatan atau harkat martabat.

2. Pidana Makar

Pasal 192 disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan makar dengan maksud supaya sebagian atau seluruh wilayah NKRI jatuh kepada kekuasaan asing atau untuk memisahkan diri dari NKRI dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara maksimal 20 tahun.

Pasal 193 ayat (1) mengatur setiap orang yang melakukan makar dengan maksud menggulingkan pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.

Sementara itu, Pasal 193 ayat (2) menyatakan pemimpin atau pengatur makar dipidana dengan pidana penjara maksimal 15 tahun.

3. Pidana Menghina Lembaga Negara

Pada pasal 349 mengatur ancaman pidana bagi penghina lembaga negara. Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 349. Pasal tersebut merupakan delik aduan.

Pada ayat 1 disebutkan, setiap orang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara, dapat dipidana hingga 1,5 tahun penjara. Ancaman pidananya bisa diperberat jika penghinaan menyebabkan kerusuhan.

Pasal 350, pidana bisa diperberat hingga dua tahun jika penghinaan dilakukan lewat media sosial. Sementara, yang dimaksud kekuasaan umum atau lembaga negara dalam KUHP yaitu DPR, DPRD, Kejaksaan, hingga Polri. Sejumlah lembaga itu harus dihormati.

4. Pidana Demo/Unjuk Rasa Tanpa Pemberitahuan

Pasal 256 memuat ancaman Pidana atau denda bagi penyelenggara demonstrasi tanpa pemberitahuan. 

"Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II,".


5. Pidana Menyebarkan Berita Bohong

Pasal 263 mengatur soal penyiaran, penyebarluasan berita atau pemberitahuan yang diduga bohong. Pasal ini, dapat menyasar pers atau pekerja media.

Pada Pasal 263 Ayat 1 dijelaskan bahwa seseorang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dapat dipenjara paling lama 6 tahun atau denda Rp500 juta.

"Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V," bunyi Pasal 263 Ayat 1.

Pasal 263 Ayat 2 berbunyi setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan, padahal patut diduga berita bohong dan dapat memicu kerusuhan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 atau denda Rp200 juta.

Pada 264 memuat ketentuan penyiaran berita yang dianggap tidak pasti dan berlebihan. Seseorang yang membuat dan menyebarkan berita tersebut dapat dipenjara 2 tahun atau denda paling banyak Rp10 juta. 

6. Pidana Hukuman Koruptor Dikurangi

Pasal 603 mengatur pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun, hukuman pidananya mengalami penurunan. Pada Pasal tersebut dijelaskan koruptor paling sedikit dipenjara selama dua tahun dan maksimal 20 tahun. Selain itu, koruptor juga dapat dikenakan denda paling sedikit kategori II atau Rp10 juta dan paling banyak Rp2 miliar.

"Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI."

Pidana pada KUHP baru ini lebih rendah dari ketentuan pidana penjara dalam Undang-undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Hukuman denda juga mengalami penurunan. Sebelumnya, dalam UU No 20/2001 koruptor didenda paling sedikit Rp200 juta.

7. Pidana Hubungan Seks di Luar Nikah

Pasal 413 mengatur ketentuan hubungan seks di luar pernikahan alias kumpul kebo. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 413 ayat (1) bagian keempat tentang Perzinaan. Dalam aturan tersebut, orang yang melakukan hubungan seks di luar pernikahan dapat diancam pidana penjara satu tahun.

"Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II," bunyi pasal 413 ayat (1).

Baca Juga: Bentuk FKN, Relawan Prabowo Gibran Siap Berkontribusi untuk Bangsa dan Negara

Meski begitu, ancaman itu baru bisa berlaku apabila ada pihak yang mengadukan atau dengan kata lain delik aduan. Aturan itu mengatur pihak yang dapat mengadukan yakni suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Lalu, orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

8. Pidana Menyebarkan Ajaran Komunis

Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara, dimana seseorang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunis, marxisme, dan leninisme terancam pidana 4 tahun penjara. 

"Setiap Orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apapun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun," bunyi ayat 1.

Pada ayat 2 disebutkan ancaman pidana bisa bertambah hingga tujuh tahun jika tindakan penyebaran ajaran tersebut dilakukan dengan tujuan mengganti Pancasila sebagai dasar negara.

Ancaman pidana terhadap pelaku penyebaran ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme bisa bertambah hingga 15 tahun jika mengakibatkan kerusuhan, dan mengakibatkan kematian orang lain.

9. Pidana Santet

Pasal 252 mengatur ketentuan ancaman hukuman pidana bagi pelaku santet mencapai 1,5 tahun.

"Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV," bunyi pasal tersebut.

Hukuman menjadi lebih berat jika pelaku menjadikan santet sebagai mata pencaharian. KUHP menambah hukuman penjara 1/3 dari hukuman semula.

10. Tindak Pidana Vandalisme

Pasal 331mengatur pidana untuk orang yang dianggap telah melakukan vandalisme dengan mencoret-coret dinding. Dalam KUHP, vandalisme dimasukan ke dalam bentuk kenakalan.

Dalam pasal tersebut dijelaskan pelaku kenakalan dapat dipidana denda kategori II atau sebanyak Rp10 juta.

"Setiap Orang yang di tempat umum melakukan kenakalan terhadap orang atau Barang yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, atau kesusahan, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II," bunyi Pasal 331.

11. Pidana Hukuman Mati

Pidana mati tercantum di Pasal 67, Pasal 98, Pasal 99, Pasal 100, Pasal 101, serta Pasal 102.

Pasal 67 berbunyi, "Pidana yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif".

Baca Juga: Jelang Pilpres, Politik Saling Sandera Mulai Mengemuka

Pasal 98 berbunyi, "Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana dan mengayomi masyarakat".

Pasal 99 mengatur tentang teknis pelaksanaan hukuman mati. Selanjutnya, pasal 100 mengatur terkait hukuman mati dengan masa percobaan 10 tahun.

12. Pidana HAM Berat

Tindak pidana terhadap hak asasi manusia (HAM) berat diatur dalam Pasal 598. Padahal, tindak pidana itu telah diatur dalam UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM karena bersifat khusus.

Dalam pasal tersebut, pelaku genosida atau memusnahkan golongan tertentu dapat dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20.

Genosida yang dimaksud dapat berbentuk:

a. membunuh anggota kelompok;

b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental berat terhadap anggota kelompok;

c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang diperhitungkan akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik, baik seluruh maupun sebagian;

d. memaksakan tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran dalam kelompok; atau memindahkan secara paksa Anak dari kelompok ke kelompok lain.

"Pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun," bunyi kutipan pasal tersebut.

13. Hukum Adat (Living Law)

Pada pasal 595 mengatur tentang aturan hukum adat atau living law. Pada Pasal 2 ayat 1 dijelaskan: Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini.

Kemudian Pasal 2 ayat 2 dijelaskan: Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.

Pandangan, pendapat dan penilaian publik dan Dunia Internasional terhadap Pasal-Pasal Kontrovesial UU KUHP dalam proses Pembahasan sampai dengan pasca di sahkan masih memunculkan polemik dan pertanyaan Publik; "Untuk Kepentingan Apa dan Kepentingan Siapa UU KUHP di sahkan ..?  Apa dan Siapa yang akan dijamin dan dilindungi rasa keadilannya ..? Apakah benar substansi pokok pada materi UU KUHP dan muatannya dalam proses pembahasan sampai dengan pengesahannya demi menegegakkan hukum bagi semuanya agar rasa keadilan dapat terpenuhi .. ? Ataukah UU KUHP disahkan untuk kepentingan menjamin dan melindungi individu warga negara, masyarakat secara umum, atau elemen tertentu, atau bahkan kepentingan negara ..?

Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, berkonstitusi pada UUD 1945, berbagai macam suku, ras, budaya dan agama, serta ber Bhineka Tunggal Ika. UU KUHP yang baru saja di sahkan merupakan semangat anak bangsa untuk merevisi dan mereformasi produk hukum peninggalan era kolonial penjajahan Belanda agar selaras dengan amanat dan cita-cita para pendiri bangsa, maka selayaknya, bahkan seharusnya dengan UU KUHP sebagai jembatan emas untuk menjamin dan melindungi rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengingat, bahwa Negara Republik Indonesia yang kita cintai bersama ini dapat merebut dan memproklamirkan Kemerdekaan dari  Kolonial Penjajahan berkat tetesan darah dan air mata seluruh rakyat dan tumpah darah Indonesia yang bersatu padu demi untuk mewujudkan cita-cita bersama sebagai negara hukum yang berdaulat, ber-Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Editor : Redaktur