Surabaya, HNN Com - Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya mencatat sejarah baru dalam penanganan perkara narkotika. Untuk pertama kalinya, seorang terdakwa kasus narkotika, Irawan Santoso, dituntut lepas dari segala tuntutan hukum oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hajita Cahyo Nugroho karena dinyatakan mengalami gangguan jiwa berat.
Baca Juga: Curangi Takaran Minyak Kita, Terdakwa Sukiman Divonis 10 Bulan Tampa Menjalani
Tuntutan ini dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, berdasarkan hasil pemeriksaan medis dari dua ahli psikiatri yang menilai kondisi mental terdakwa tidak memungkinkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.
Dua Ahli Psikiatri Nyatakan Gangguan Mental Serius
Dalam persidangan, JPU Hajita mengajukan dua dokumen Visum et Repertum Psychiatricum yang masing-masing berasal dari:
dr. Henny Riana, Sp.KJ (K) – menyatakan Irawan menderita Gangguan Skizotipal disertai depresi kronis, halusinasi, dan trauma kepala berat.
dr. Efendi Rimba, Sp.KJ dari RSJ Menur – menyimpulkan terdakwa mengalami Gangguan Psikotik yang mengganggu kemampuan menilai realitas dan mengendalikan tindakan secara signifikan.
Meski secara intelektual Irawan mampu bertransaksi dan menggunakan fasilitas digital seperti ATM, JPU menegaskan bahwa "gangguan jiwa dan kecerdasan adalah dua hal yang berbeda".
"Orang gila tidak selalu bodoh, dan orang cerdas bukan berarti sehat jiwanya," tegas JPU Hajita menanggapi keraguan atas kecakapan terdakwa dalam melakukan transaksi narkoba.
Baca Juga: Modus Proyek Kelurahan, Devy Indriyani Didakwa Gelapkan Dana Rp 273 Miliar
Kronologi Penangkapan Irawan Santoso
Irawan ditangkap pada 31 Agustus 2024 di Apartemen Anderson Tower, Pakuwon Mall Surabaya. Ia menerima paket berisi ±420 gram serbuk merah yang mengandung Dimetiltriptamina (DMT) – jenis narkotika golongan I yang dilarang berdasarkan Permenkes RI No. 30 Tahun 2023.
Paket itu dipesan melalui situs luar negeri mimosaroot.com dari Belanda dan dikirim via Jerman. Terdakwa tidak memiliki latar belakang kimia maupun farmasi, namun tertarik melakukan eksperimen DMT setelah menonton video YouTube soal penggunaan cordyceps extract untuk “mencapai ketenangan dan kesadaran lebih tinggi”.
Seluruh transaksi pembelian dilakukan secara daring dan legal secara administratif, termasuk pembayaran bea cukai. Namun setelah ditangkap, polisi menyita berbagai barang bukti dari apartemen Irawan, termasuk alat-alat kimia dan peralatan eksperimen pribadi.
Baca Juga: Ahli Pidana Tegaskan Bahwa Perkara Sianida Masuk Sanksi Administratif
Dasar Tuntutan Lepas: Pasal 44 KUHP
Berdasarkan hasil evaluasi medis, kedua psikiater menyatakan bahwa gangguan jiwa yang dialami Irawan bersifat kronis dan tidak dapat disembuhkan sepenuhnya, meski bisa distabilkan dengan pengobatan intensif.
Dr. Efendi Rimba menyebut tindakan pidana yang dilakukan Irawan kemungkinan besar dilatari keyakinan waham, yaitu delusi kuat bahwa substansi tersebut akan memberikan manfaat besar terhadap hidupnya.
Maka, berdasarkan Pasal 44 KUHP, JPU menyimpulkan bahwa Irawan tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum. Ia dituntut lepas dan disarankan untuk menjalani terapi kejiwaan di Rumah Sakit Jiwa dengan pengawasan ketat dan dukungan keluarga. (Rif)
Editor : Redaktur