Jakarta, HNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (RUU HAP) dilakukan secara cermat dan terbuka. Ketua KPK Setyo Budiyanto menegaskan, revisi KUHAP jangan sampai justru menggerus efektivitas kerja KPK dalam menangani kasus korupsi.
“Kami melihat ada potensi pasal-pasal dalam RUU HAP yang bisa mengurangi kewenangan KPK,” kata Setyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (17/7).
KPK menilai beberapa ketentuan dalam draf RUU HAP bertentangan dengan prinsip lex specialis yang selama ini menjadi dasar kerja lembaga antirasuah. Untuk itu, KPK telah melakukan diskusi dengan para ahli hukum untuk mengkaji dan membandingkan RUU tersebut dengan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Baca Juga: KPK Temukan Anomali Pokir dan Hibah di Ponorogo, Minta Pemkab Perkuat Pengawasan
17 Isu Krusial Dinilai Tak Sinkron
Dalam forum diskusi bertajuk Implikasi RUU Hukum Acara Pidana yang digelar KPK pada 10 Juli lalu, lembaga tersebut bersama para pakar mengidentifikasi 17 isu krusial dalam RUU HAP yang dianggap tidak sinkron dengan UU KPK.
Beberapa isu paling krusial antara lain:
- Penyadapan hanya diperbolehkan di tahap penyidikan dan harus seizin pengadilan.
- KPK tidak lagi bisa mengangkat penyelidik sendiri, hanya boleh dari Polri.
- Cegah-tangkal ke luar negeri hanya berlaku bagi tersangka, bukan pihak yang masih diselidiki.
- Penetapan tersangka dan penghentian penyidikan wajib melibatkan penyidik Polri.
- Penyitaan dan penggeledahan harus dengan izin atau pendampingan aparat setempat.
Setyo menyebut bahwa sejumlah ketentuan tersebut berpotensi membatasi ruang gerak KPK dalam melakukan proses penindakan korupsi yang cepat dan independen.
Baca Juga: KPK Ingatkan BPD Jawa Timur Perkuat Tata Kelola, Jaga Arah Pembangunan Daerah
“Kalau batang tubuh dan ketentuan peralihan tidak disusun sinkron, bisa menimbulkan bias dan ketidakpastian hukum,” tegasnya.
KPK Dukung Reformasi, Asal Tidak Lemahkan
Meski begitu, KPK tidak menolak pembaruan hukum acara pidana. Namun, Setyo mengingatkan agar revisi KUHAP tetap memberikan ruang bagi keberlakuan undang-undang sektoral seperti UU KPK.
KPK mendorong penambahan klausul pengecualian dalam Pasal 329 RUU HAP dan blanket clause dalam ketentuan penutup, agar UU sektoral yang bersifat khusus tetap berlaku dan tidak tertabrak aturan umum.
Baca Juga: Kasus Dugaan Korupsi Bandung Smart City, Sejumlah Kadis dan Pengusaha Bakal Diperiksa?
“Proses legislasi harus terbuka, partisipatif, dan berpihak pada kepentingan keadilan masyarakat,” ujar Setyo.
Jalin Komunikasi dengan Pemerintah
Sebagai langkah antisipasi, KPK juga aktif menjalin komunikasi dengan pemerintah dan kementerian terkait. Tujuannya, memastikan bahwa RUU HAP tidak menyamakan hukum acara pidana umum dengan hukum acara khusus untuk kejahatan luar biasa seperti korupsi, terorisme, dan pelanggaran HAM berat.
KPK berharap suara dan masukan dari lembaga penegak hukum serta masyarakat sipil turut menjadi pertimbangan dalam proses finalisasi RUU ini. (red)
Editor : Redaktur