JAKARTA, HNN - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku bahwa pandemi Covid-19 merupakan beban terberat bagi para pelaku usaha. Pasalnya semua sektor mengalami kontraksi yang luar biasa, karena banyaknya demand (permintaan) hilang. Namun saat ini situasinya jauh lebih kondusif.
“Beban yang dialami oleh para pelaku usaha saat pandemi memang sangat berat, karena seluruh dunia melakukan lockdown. Namun saat ini alhamdulillah jauh lebih baik. Dan ini patut kita syukuri. Kalau berbicara global meski saat ini ada kebijakan kenaikan harga BBM, tapi tidak begitu berdampak signifikan bagi para pengusaha,” kata Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani pada wartawan baru-baru ini.
Terkait dengan adanya kenaikan BBM, menurutnya yang mengalami dampak langsung adalah pada sektor transportasi dan logistik, karena memang pada sektor itu yang memerlukan BBM pada komponen utamanya. Adapun transmisi pada harga barang relatif masih terkendali.
“Kami perkirakan maksimum hanya 10 persen kenaikannya. Nanti juga kita bisa lihat dalam satu bulan ke depan akan terjadi penyesuaian equilibrium baru, dan nanti pada momentumnya harga minyak bakal turun juga. Kan kita asumsinya kemarin 60 dollar per barrel. Justru saat pandemi harga per barrel nya 30 dollar. Oleh karenanya hal itu tidak perlu direspon secara berlebihan,” ujar Hariyadi.
Menanggapi adanya revolusi industri 4.0, Hariyadi mengatakan, pada hakikatnya keberadaan kemajuan industri 4.0 untuk menyederhanakan proses dan berimbas pada struktur tenaga kerja. Namun, di samping ada perubahan yang seolah sebagian pekerjaan tersebut hilang tapi pada dasarnya menimbulkan opportunity pada bidang dan sektor yang lain.
Hariadi menilai bahwa dalam proses produksi masih terus berkembang. Namun berbeda dengan sektor jasa, dengan hadirnya revolusi industri 4.0 itu sangat terasa sekali dampaknya. “Keyakinan kami perubahan teknologi memang tidak bisa dihindarkan dan merupakan suatu keniscayaan. Namun demikian, sektor yang lain juga masih tetap memiliki peluang,” ucapnya.
Hariyadi mengatakan, pihaknya saat ini masih mengkhawatirkan adanya tindak pidana yang berkaitan dengan cyber crime di tengah maraknya keuangan berbasis digital fintech. “Sebab jika tidak memiliki sistem yang bagus maka rawan untuk dijebol. Jika berbicara regulasi sebetulnya Indonesia sudah cukup maju dalam perkembangan fintech ini. Disamping itu pemerintah juga telah memberikan aturan yang ketat dalam mengawasi menjamurnya fintech yang dinilai ilegal,” bebernya.
Terlebih, kata dia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membentuk Satgas dalam mengawasi praktik-praktik yang mengarah tindakan kriminal. “Secara umum perkembangan financial technology memberikan dampak positif terhadap perekonomian nasional. Akan tetapi kami berharap agar agar lebih diperketat. sehingga tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban fintech bodong,” pungkasnya.
Editor : Adji