Surabaya, HNN Com - Sidang gugatan kepemilikan PT Dharma Nyata Press yang diajukan oleh Nany Widjaja terhadap PT Jawa Pos kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya. Pada persidangan kali ini, pihak tergugat PT Jawa Pos menghadirkan saksi fakta, Andreas Didi yakni mantan karyawan yang pernah menjabat sebagai Kasi Keuangan sekaligus Koordinator Anak Perusahaan periode tahun 1989 hingga 2016 pensiun.
Dalam kesaksiannya, Andreas mengaku selama puluhan tahun bertugas mencatat transaksi, menyusun laporan keuangan bulanan, hingga mendata akuisisi anak perusahaan PT Jawa Pos. Ia menuturkan bahwa selama masa kerjanya, tercatat ada 96 anak perusahaan yang berada di bawah naungan Jawa Pos.
Baca Juga: Terdakwa Monica Ratna Pujiastuti Harap Vonis Ringan dan Minta Dikembalikan Asetnya
“Saya mengenal Pak Dahlan Iskan sebagai Direktur di PT Jawa Pos, sedangkan Bu Nany Widjaja menjabat sebagai Direktur Keuangan,” terang Andreas di hadapan majelis hakim. (04/09/25)
Menjawab pertanyaan kuasa hukum Jawa Pos, Kimham Pentakosta dan E.L Sajogo, saksi mengungkapkan bahwa sekitar tahun 1990, Jawa Pos melakukan ekspansi besar-besaran.
“Ekspansi bisnis dilakukan Pak Dahlan, tidak hanya secara vertikal tapi juga horizontal. Bentuknya dengan mengakuisisi sejumlah media di daerah,” jelas Andreas.
Beberapa anak perusahaan yang diakuisisi kala itu antara lain Pontianak Pos, Duta Manuntung, Manado Pos, Lombok Pos, hingga Dharma Nyata Press. Total ada 32 perusahaan yang diakuisisi di tahun tersebut.
Saksi juga menyinggung adanya surat dari Dahlan Iskan yang menawarkan tiga opsi terkait kepemilikan saham PT Dharma Nyata Press, yaitu Jawa Pos dan pemegang saham tetap sebagai partner, Jawa Pos membeli saham Ned Sakdani dan Anjar Any Atau sebaliknya, Ned Sakdani dan Anjar Any membeli saham PT Jawa Pos.
“Yang akhirnya diputuskan, Jawa Pos membeli saham PT Dharma Nyata Press dari Ned Sakdani dan Anjar Any,” tutur saksi.
Baca Juga: Kasus Panjang Berakhir MA Putuskan Akta Notaris Wahyudi Suyanto Dibuat Tanpa Minuta Akta
Tim kuasa hukum penggugat, Richard Handiwiyanto dan Michael Chris Harianto, mempertanyakan kapasitas Dahlan Iskan saat menulis surat tersebut. Andreas menjawab, “Karena waktu itu beliau menjabat Direktur, maka kapasitasnya sebagai Direktur.”
Namun, ketika ditanya mengenai detail dokumen akuisisi, Andreas mengaku tidak tahu karena hal itu menyangkut aspek legal formal. Ia hanya mengetahui informasi akuisisi dari penuturan Dahlan Iskan.
Soal dividen, Andreas menyebut bahwa PT Dharma Nyata Press menyerahkan dividen kepada Jawa Pos melalui rekening atas nama Ratna Dewi yang disebutnya merupakan rekening untuk transaksi PT Jawa Pos.
Kuasa hukum penggugat kemudian menunjukkan bukti administrasi hukum umum (AHU) dan risalah rapat umum pemegang saham (RUPS) PT Dharma Nyata Press. Hasilnya, nama yang tercatat sebagai pemegang saham adalah Dahlan Iskan dan Nany Widjaja, bukan PT Jawa Pos.
Baca Juga: Gugatan PT Anyar Ditolak, PN Surabaya Menangkan PT Siantar Soal Sengketa Lahan Gunung Anyar
“Saya tidak mengetahui secara detail, tapi memang di AHU tercatat Pak Dahlan Iskan dan Bu Nany,” ujar Andreas.
Sementara itu Kuasa hukum Dahlan Iskan, Beryl Cholif Arrahman dan Mahendra Suhartono, menyinggung rencana Jawa Pos untuk go public. Awalnya saksi sempat terdiam hingga ditegur hakim.
“Sebentar yang mulia, masih loading,” ujarnya disambut tawa kecil di ruang sidang. Ia kemudian menjawab bahwa memang ada wacana Jawa Pos untuk go public, namun rencana itu tidak pernah terealisasi.
Persidangan akan kembali berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi berikutnya sebelum majelis hakim mengambil keputusan. (Rif)
Editor : Redaktur