Tipu Klien Rp 5,9 Miliar, Greddy Harnando Diadili di PN Surabaya

SURABAYA, HNN — Sidang perkara penipuan dan penggelapan modus investasi modal usaha memenuhi kebutuhan kain sprei merek King Koil digelar secara Teleconference diruang Tirta 2 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (16/04/24).

Terdakwa Greddy Harnando warga Ketintang Wiyata 05/06 RT. 003 RW. 004 Kel. Ketintang Kec. Gayungan Surabaya bersama Indah Catur Agustin (berkas terpisah) menjanjikan keuntungan 4 persen tiap bulannya terhadap korban Canggih Soliemin apabila mau berinvestasi besar ke perusahaannya PT Garda Tanatek Indonesia (PT GTI). 

Baca Juga: Saksi Ahli Sebut Persamaan Pada Pokoknya Sama Dengan Kemiripan

Namun pada kenyataan, keuntungan yang dijanjikan terdakwa kepada korban tersebut tidak pernah diberikan. Bahkan modal usaha yang ingin ditarik sebesar Rp 5,950 miliar tak diberikan dan hanya diberikan jaminan 7 lembar cek BCA KCP Klampis. Lebih apesnya lagi saat akan mencairkan cek tersebut, ditolak oleh pihak bank dengan alasan rekening giro atau rekening khusus telah ditutup.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rista Erna Soelistiowati, Vini Angeline dan Agus Budiarto, dari Kejati Jatim, awalnya korban berkenalan dengan Greddy Harnando pada tahun 2019. Dan pada tahun 2020 korban dipertemukan oleh terdakwa Indah Catur Agustin di Cafe Tanamerah Jalan Trunojoyo 75 Surabaya. Saat itu Graddy Harnando mengaku sebagai Komisaris Utama di PT GTI bergerak dibidang perdagangan besar tekstil, pakain, dan alas kaki. Dan Indah sebagai Direktur Utamanya. 

Pada bulan September 2020, Greddy kembali bertemu dengan korban bersama saksi Silvester Setiyadi Laksmana dan Wisnu Rudiono di Cafe Tanahmera Jalan Trunojoyo No. 75 Surabaya. Greddy mengatakan kalau PT GTI sedang kerjasama dengan PT Duta Abadi Primantara, pemegang lisensi/ izin resmi merk King Koil di Indonesia untuk kebutuhan kain yang nilainya milyaran rupiah.

Dalam kondisi pandemi COVID-19, rumah sakit-rumah sakit membutuhkan banyak sprei sekali pakai lalu dibuang. Atas kebutuhan tersebut, King Koil menerima banyak pesanan sprei dari rumah sakit-rumah sakit.

Atas cerita tersebut, Greddy Harnando meminta agar korban Canggih mau berinvestasi dan dijanjikan keuntungan 4 persen dari nilai investasi.

Kemudian terdakwa Indah menyakinkan korban bahwa adanya order dari King Koil dalam jumlah besar, dan menjanjikan bagi hasil 4 persen tiap bulannya. Akhirnya korban pun tertarik dan mau menginvestasikan dananya hingga Rp 5,950 miliar.

Baca Juga: PN Surabaya Didemo, Nama Crazy Rich Budi Said Dicatut Dalam Kasus Tanah

Setelah jatuh tempo dari kesepakatan, korban nyatanya tidak mendapatkan keuntungan seperti yang dijanjikan. Selanjutnya korban Canggih meminta agar terdakwa Greddy dan Indah untuk segera mengembalikan modal yang sudah diinvestasikan. Namun terdakwa justru menghindari dan beralasan sedang banyak pemenuhan kebutuhan kain King Koil, meminta saksi Canggih tetap investasikan modalnya.

Supaya korban Canggih tidak menarik dananya, Greddy memberikan 7 lembar cek BCA KCP Klampis nilai total RP 5,950 miliar. Namun saat saksi Canggih Soliemin mencairkan cek tersebut tidak bisa karena rekening giro atau rekening khusus telah ditutup.

Bahwa setelah korban maksa agar terdakwa mengembalikan dananya, akhirnya ada dana yang bisa dikembaliin secara bertahan sejumlah Rp 1,125 miliar dengan alasan pihak PT. Duta Abadi Primantara belum membayar ke PT.GTI.

Menurut keterangan saksi Shinta Dwi Laksmi selaku HRD PT Duta Abadi Primantara, perusahaannya tidak pernah mengeluarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) supply kain king koil periode September – November 2020, RAB periode November – Desember 2020, tidak pernah bekerja sama dengan terdakwa Indah Catur Agustin dan Terdakwa Greddy Harnando.

Baca Juga: PT Aplus Pasific Gugat PT Bumimas Multikarya Perkasa Terkait Saling Klaim Merek

Somasi saksi Canggih Soliemin, kepada Terdakwa Indah Catur Agustin dan Greddy Harnando, tidak ada tanggapan. Perbuatan Terdakwa Indah Catur Agustin dan Greddy Harnando, saksi Canggih Soliemin mengalami kerugian Rp 4.825.000.000,-.

"Atas perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 378 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau dakwaan kedua sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," kata JPU.

Sementara itu Pengacara terdakwa, Achmad Djunaidi atas dakwaan dari JPU, "Merasa aneh kenapa perkara ini di Split padahal sama dengan Indah, Kami juga tidak mengajukan eksepsi nanti keberatan-keberatan di Pledoi saja," katanya. (Rif)

Editor : Redaktur