Surabaya, HNN.Com - Indonesia adalah negara hukum, hal ini secara tegas diamanatkan didalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kenyataan tersebut melahirkan konsekuwensi bahwa setiap bidang kehidupan masyarakat di negara ini harus berdasarkan pada hukum yang dibuat secara jelas oleh negara ini, termasuk didalamnya dalam hukum rumah susun (Rusun) dan apartemen.
Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pemerintah maupun pengembang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, oleh karenanya negara bertanggungjawab untuk melindungi dan mensejahterakan bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan pembangunan perumahan dengan dikeluarkannya regulasi dalam bidang perumahan termasuk pembangunan rumah susun.
Baca Juga: Peradi Surabaya Ajukan Amicius Curiae, Bebasnya Gregorius Ronald Tannur
Namun pada saat ini terdapat permasalahan rumah susun terutama rumah susun komersial, yakni tidak di informasikan secara jelas (assimetric information) dan transparan dari pengembang dalam melakukan pemasaran, perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) serta Sistem penjualan rumah susun (apartemen) secara pre-sale dalam memberikan kepastian dan rasa keadilan dari pemilik rumah susun komersial dalam kegiatan peningkatan kualitas rumah susun lewat pembongkaran rumah susun komersial yang tidak layak huni yang sampai saat ini belum secara jelas diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan dan belum terbentuknya peraturan pemerintah mengakibatkan terjadinya kekosongan hukum (rechtsvacuum). Ini menunjukan bahwa pemerintah belum mampu menjamin perlindungan, kepastian hukum serta keadilan.
Menangapai adanya permasalah tersebut. Dr. Erwin Indomoro menjelaskan bahwa, dalam permasalahan tersebut, saya menilai adanya kekosongan hukum, tentang sebuah rumah susun komersil dalam bahasa hukum atau dalam bahasa masyarakatnya adalah apartemen. Jadi di dalam temuan saya adalah ketika sebuah rumah susun ataupun Apartemen yang sudah dihuni sampai 50 tahun ataupun lebih. Bagaimana perlidungan hukumnya dari pemilik Apertemen mereka mempunyai suatu hak yang harusnya diberikan.
"karena sejak awal ketika tidak dijelaskan Apartemen atau rusun itu konsepnya tidak sama dengan rumah tinggal yang akan dimiliki seterusnya. Karena rusun atau apartemen mempunyai jangka waktu atau umur," jelasnya. Kepada awak media diselah acara.
Baca Juga: Pengadilan Negeri Kediri Sita Eksekusi Panin Bank Jalan Brawijaya
Masih kata Dr Erwin bahwa, yang menjadi pertanyaannya berapa tahun? kalau di dalam peraturan pada umumnya itu dibuat janga waktu sampai 50 tahun atau lebih. tetapi yang terjadi tidak ada yang menjelaskan beberapa umur daripada apartemen, kemudian apartemen itu sudah umurnya mencapai 50 tahun kemudian bagaimana perlindungan hukum.
"Disini itu yang kemudian saya tulis di dalam distertasi saya, dengan mengusulkan perlu adanya peran pemerintah dimana peran pemerintah harus membuat sebuah BUMN khusus yang menangi masalah ini. Begitu suatu saat ada Rusun atau Apartemen sudah tidak layak huni, maka BUMN akan berkerjasama PBBSR untuk membangun ulang. Karena tidak apabila tidak bangun lagi, Rusun dan Apartemen tidak layak huni bisa membahayakan penghuninya sendiri." Katanya.
Baca Juga: Beberapa Surat Alat Bukti Penggugat Tidak Ada Dalam Arsip Dan Register Di Kelurahan
Ia menambahkan bahwa, konsep ini sudah di jalankan di berbagai negara seperti Jepang, Singapura dan sudah jalan serta sukses, maka saya yakin kalau diterapkan bisa jadi role mode di Indonsia.
"Projek pembangunan Rusun dan Apartemen tak layak huni menjadi layak kembali pembagunan ulang selalu dan ada beberapa Peraturan dan pasal-pasal yang saya usulkan untuk diubah dan semuanya sudah jelas dalam Disertasi saya untuk dalam Program Studi Doktor Hukum di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. (Rif)
Editor : Redaktur