Surabaya, HNN - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim gelar Forum Grup Discusion (FGD), Jumat (9/9). Membahas tentang Edukasi Jurnalisme Empati dalam Perspektif Gender, kegiatan Penganbdian Masyarakat ini merupakan kolaborasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya dengan PWI Jatim.
Salah satu narasumber yang juga Dosen Ilmu Komunikasi Untag Surabaya Dr Merry Frida Palupi menuturkan dalam praktiknya, jurnalisme setidaknya memiliki pandangan gender yang dilihat dari beberapa tingkatan.
Dintaranya, tingkatan kognitif yang beraspek pada tingkat kesadaran gender seorang jurnalis dan permasalahan gender disekitarnya.
"Selain itu ada peran media dalam membentuk pola kerja yang berspektif gender," ujarnya.
Lebih lanjut, teknik jurnalistik yaitu sensitifitas akan persoalan gender, pilihan fakta sosial, teknik penulisan mauoun teknik reportase yang mana dapat mempengaruhi orientasi media.
"Karena masih kita temui pemberitaan yang memuat Clikbait yang mengarah pada stereotip, pelebelan dan mengandung unsur sensual. Padahal banyak hal lain yang bisa diangkat dari sebuah pemberitaan tersebut," terang Merry.
Menurut Merry, seorang wartawan hafus memiliki sikap empati berspektif gender. Tanpa memiliki sikap ini, kata dia, salam meliput kejahatan asusila tak menutul kemungkinan jika jurnalis cenderung memberitakan secara serampangan. Misalnya, menuliskan identitas korban kejahatan asusila, menggunakan diksi yang salah.
"Jurnalisme berspektif gender juga mendorong seorang jurnalis mampu menurunkan berita dengan sudut pandang yang lebih adil," tambahnya.
Sementara itu, Ketua PWI Jatim yang juga narasumber FGD, Lutfil Hakim memaparkan dilingkungan jurnalisme, etika jurnalis harus mengetahui tentang peraturan kesetaraan gender.
Lutfil tak menampik jika dalam etika jurnalistik masih ditemukan kasus-kasus pemerkosaan yang menceritakan detail peristiwa.
Contoh lain dalam sadar kesetaraan gender dalam pemberitaan adalah saat pemerintah membahas soal RUU Ketenagakerjaan yang mana didalamnya ibu hamil bisa cuti hingga 6 bulan lamanya.
Kebijakan ini menurut dia sebuah kemajuan dan memastikam bahwa kesejahteraan ibu dan anak ini mendapatkan kesetaraan hak.
"Pers terbukti sudah mengawal soal kesetaraan gender. Misalnya membahas kesejahteraan ibu dan anak jika disebutkan hak-hak ibu dan anak, jika dimasukkan ke perusahaan dan pers tidak kritis soal. Ini maka (pemberitaan akan kesetaraan gender) akan lolos," jelasnya.
Karena itu, Lutfil mengajak agar para jurnalis memiliki sifat etika of care. Ia juga berharap FGD ini menghasilkan kajian-kajian kolaboratif untuk kemajuan produk pers dalam mendukung kesetaraan gender.
"Mudah-mudahan ini menjadi suatu kajian kolaboratif antara PWI dan Untag Surabaya bersama-sama untuk menjadi feminim, bukan berarti secara tampilan. Tapi pemikiran, wartawan laki-laki punya pemikiran yang berpihak pada kepentingan perempuan," tandasnya. (S0N)
Editor : Tri