- 17:57:38 Terdakwa Penabrak Kapolsek Benowo Dituntut 3 Tahun Penjara
- 17:44:09 Sentot Wardhana: Terdakwa pernah disidang di perkara yang sama
- 13:17:41 Mantan Wakil Ketua DPRD Sahat Tua P Simanjuntak Divonis 9 Tahun Penjara
- 18:00:21 Juru Sita Pengadilan Negeri Surabaya Laksanakan Eksekusi Rumah di Jalan Nginden Intan
- 13:42:23 Edarkan Sabu, Wanita Asal Karangrejo Ditangkap Satresnarkoba Polrestabes Surabaya
- 12:54:53 GIIAS Surabaya 2023 Dihadiri 34 Ribu Pengunjung
- 10:45:02 Gelar Madura Food Festival di Kya-kya, Wali Kota Eri: Ini Mempererat Tali Persaudaraan Kita!
- 13:33:01 Jelang Konggres XXV di Bandung, Inilah Harapan Ketua PWI Jatim Lutfil Hakim
- 11:11:37 Di Ajang GIIAS Surabaya 2023, Para Peserta Berikan Aneka Promo Menarik
- 09:13:58 Jatim Super Exhibition Fair 2023 resmi dilaunching

Penulis Drs. M NABIL, M.Si (Mantan komisioner KPU JATIM 2003-2009)
"Weruh sakdurunge winarah " (tau sebelum kejadian). Kalimat ini yang pas buat Mas Nyalla yang saat ini menjabat sebagai ketua DPD RI. Saat masih bebera bulan lalu Mas Nyalla sudah teriak ber kali2 agar pilkada serentak ditunda. Penundaan ini dengan pertimbangan (bukan ramalan) kondisi penyebaran penyakit virus Corona ini tidak ada tanda2 untuk berkurang, apalagi berhenti. Bahkan yang ada penambahan jumlah yang terpapar dan yang meninggal karena covid.
Hanya ada beberapa pengamat dan organisasi kemasyarakatan yang ikut mendukung pernyataan Mas Nyalla. Terakhir Ormas terbesar NU menyatakan dengan surat resminya agar pilkada serentak untuk ditunda demi keselamatan jiwa masyarakat. Bahkan yang lain cenderung menganggap (menduga) ada kepentingan politik di dalamnya. Ada agenda lain dari pernyataan itu. Sementara dari pihak legislatif, eksekutif dan penyelenggara (KPU) tidak menanggapi sama sekali pernyataan yang serius ini. Dianggap angin lalu atau dianggap bunga2 dan dinamika politik.
Sekarang apa yang dikhawatirkan dan ditakutkan Mas Nyalla tentang perlunya pilkada serentak ditunda sudah mulai menjadi kenyataan. Nyata didepan kita dan masyarakat. Beberapa calon walikota dan bupati atau wakilnya sudah terkena virus ini, ada yang sembuh tapi ada juga yang meninggal.
Belum lagi kita bicara pelanggaran protokol kesehatan dalam pelaksanaan tahapan pilkada yang tidak pernah ada sanksi. Mulai pertemuan atau kontrak politik antara calon dengan parpol pengusung, juga dengan ormas yang memberikan dukungan, mengalami pelanggaran protokol kesehatan dan dampaknya pasti kepada masyarakat dengan terpaparnya mereka. Dan puncaknya pelanggaran ini dilakukan saat masing2 parpol dan massa pendukung mendaftarkan pasangan calon ke KPU. Jumlahnya mencapai ribuan dan tidak ada social distancing. Ini pelanggaran berat terhadap protokol kesehatan covid.
Pernah saya tanya ke Mas Nyalla kenapa kok kenceng banget untuk melakukan penundaan pilkada serentak, jawabnya sangat sederhana dan lugas. "Kasihan rakyat kalau ini dipaksakan, karena pandemi ini tidak (belum) ada tanda2 untuk selesai. Sementara kita harus mengedepankan keselamatan nyawa rakyat. Itu jawaban yang sederhana dan lugas tanpa ada pertimbangan politik apapun. Hanya pertimbangan kemanusiaan dan ini terkait dengan keselamatan nyawa rakyat Indonesia.
Keselamatan manusia lebih penting dari pada peristiwa politik pemilihan kepala daerah. Kemanusiaan yang ada saat ini adalah saat rakyat dilibatkan untuk peristiwa politik tapi tidak terjamin keselamatannya.
Beberapa hari ini kita dikejutkan oleh berita dari sahabat saya, Arief Budiman yang menjadi Ketua KPU RI yang juga terkena positif covid dan pasti harus istirahat untuk penyembuhan. Isolasi mandiri yang dilakukan ini tentu akan mengurangi kegiatannya dalam memantau pelaksanaan pilkada. Tidak hanya itu, dua anggota komisioner yang lain juga terpapar covid.
Sebagai orang yang pernah jadi komisioner KPU Provinsi saya tidak bisa membayangkan bagaimana organ penyelenggara dalam keadaan harus istirahat secara langsung dalam memantau penyelenggaraan pilkada. Tentu banyak kendala yang akan sedikit menghambat penyelenggaraan pilkada. Belum lagi kalau ini terjadi di komisioner KPU di daerah atau organ lain dibawah KPU.
Karena sesuai dengan kebiasaannya, Mas Nyalla kalau melakukan statemen selalu tanpa beban karena tidak ada deal atau agenda lain. Deal politik dengan hati nurani dan yang pasti bukan pesanan siapapun untuk melakukan pernyataan agar pilkada serentak ditunda.
Kenyataan demi kenyataan dari pernyataan beliau sudah nyata dan nampak didepan mata. Semoga para pengamat dan pelaku politik bisa memahami ini dan harus menggunakan perspektif hati nurani dan humanisme. Bukan dengan perspektif politik dan kekuasaan.
Ini sebuah peringatan bahwa kita tidak boleh gegabah dan ter gesa2 dalam mengambil keputusan yang terkait dengan keselamatan rakyat. Apa yang disampaikan Mas Nyalla juga menggunakan perspektif hati nurani. Hati nurani yang selalu di asah dengan kekuatan spiritual dan ditambah jam terbang yang tidak sedikit dalam bersentuhan langsung dengan masyarakat. Jadi bukan dengan cara klenik atau dunia perdukunan ????.
Untuk apa berdalih Demokrasi tapi mengorbankan masyarakat. Tentu ini akan bertentangan dengan nilai2 demokrasi itu sendiri yang bertujuan untuk keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Wallahu a'lam ????
Penulis Drs. M NABIL, M.Si (Mantan komisioner KPU JATIM 2003-2009)
- Jumat
- 28 Juli 2023
Resep Anti Negara Gagal
- Minggu
- 09 Juli 2023
Kalau Mempersulit, LaNyalla Minta Kepala Bappeda Jatim Dicopot Saja
- Minggu : 01 November 2020
Pelantikan DPD PJI-Demokrasi Jatim, Herman Terpilih Sebagai Sekertaris
-
- Rabu : 25 Maret 2020
Rampok Bersenjata Pistol Ditangkap Polsek Tambaksari Surabaya
-
- Sabtu : 18 Januari 2020
Aksi Layanan Sehat Sasar Ratusan Lansia Di Desa Grogol Banyuwangi
-
- Sabtu : 18 Januari 2020
Bamsoet Dilantik Jadi Dewan Pembina E-Sport Indonesia Bersama Sandiaga
-
- Selasa : 07 Juli 2020
Bangkalan Akan Mulai Tahun Ajaran Baru 13 Juli Mendatang
-
- Rabu : 22 Januari 2020
Siwa SMP Al Falah Deltasari Belajar Kematian DI Museum Etnografi Unair
-
- Selasa : 21 Januari 2020
Gubernur Akademi Angkatan Laut Hadiri Wisuda Sarjana dan Diploma STTAL