Menatap Potensi Ade Puspita Sari Pada Musda V Golkar Kota Bekasi

Menatap  Potensi Ade Puspita Sari Pada Musda V  Golkar Kota Bekasi

Oleh: Nurseylla Indra

Musyawarah daerah kelima (Musda V) DPD Partai Golkar Kota Bekasi yang tertunda karena masalah internal, kelihatan ada hikmahnya. Musda ini strategis dilihat dari perkembangan politik lokal maupun regional dan nasional. Ada pesan tersirat yang perlu dicermati sebagai pertimbangan posisi dan kemajuan Partai Golkar Kota Bekasi secara internal dan eksternal, ke depannya dalam percaturan sosial politik wilayah, regional maupun nasional.

Meskipun didera berbagai isu penyebab tertundanya Musda V Partai Golkar Kota Bekasi, namun perkembangan sosial politik lokal maupun nasional menyebabkan para elite dan petinggi partai beringin ini perlu memahami situasi tersebut dalam kaitannya dengan eksistensi PG Kota Bekasi dan ke depannya. Dengan perolehan delapan kursi di DPRD Kota Bekasi, masih ada tugas berat yang harus diemban partai baik dalam “satu etape”, yakni menghadapi pemilu 2024 atau lebih jauh lagi ke depan. Bagaimanapun masalah kepemimpinan ini memerlukan pemahaman bersama diantara elite partai senior ini, untuk menjadi partai yang maju dan terdepan.

Seperti diketahui dari pemberitaan di berbagai media massa lokal dan nasional, Partai Golkar Kota Bekasi yang saat ini dipimpin oleh Plt Ade Puspita Sari, tengah menghadapi persoalan internal sehubungan dengan suksesi kepemimpinan. Ade sebagai salah satu kandidat bakal bertarung dengan dua kandidat lain yakni Nofel Saleh dan TB Hendra dalam musda yang ditunda tersebut. Publik sangat mengharapkan dari ketiganya agar muncul pemimpin partai yang diharapkan dapat membawa partai menjadi lebih maju dan disegani dalam percaturan politik baik pada tingkat lokal dan regional maupun nasional di tanah air. Karena, debut partai di daerahnya akan memberikan pengaruh besar kepada publik yang ingin melihat Partai Golkar menjadi besar melalui kadernya yang visioner.

Selama ini, PG Kota Bekasi yang dipimpin oleh Rahmat Effendi yang juga walikota Bekasi eksis dengan kiprahnya di tengah publik dan internal partai. Rahmat Effendi atau akrab disapa Bang Pepen, dalam memimpin DPD PG Kota Bekasi telah membawa partai beringin ini pada posisi tiga besar dengan delapan kursi, di bawah PKS (12 kursi) sebagai partai tertinggi perolehan suaranya pada pemilu lalu dan PDIP (12 kursi) kedua tersebar dari total 50 kursi anggota DPRD Kota Bekasi pada pemilu lalu. Tentu saja PG akan memperkuat posisinya secara terus menerus di legislatif maupun melalui kepemimpinan daerah, dengan membesarkan partai. Pepen akan mendukung kader yang punyai visi dan misi ke depan agar partai ini tidak tergilas dalam pusaran politik lokal dan nasional.

Pada kondisi ini, musda kelima PG Kota Bekasi ini bernilai strategis. Penggalangan kekuatan partai dengan dukungan seluruh kader untuk mengambil posisi lebih kuat lagi di DPRD misalnya, adalah bagaimana posisi kursinya pada pemilu nanti naik atau lebih dari delapan kursi pada periode 2019-2024 ini. Sudah barang tentu, hal ini memerlukan kepiawaian pemimpin sebagaimana diperankan Pepen yang membawa partainya eksis di tengah publik Kota Bekasi. Begitu seterusnya, sebagai pimpinan partai, Pepen tidak akan mengambil risiko jika partai yang sudah melegenda ini dipimpin oleh orang-orang yang tidak melekat pada masyarakat daerah ini baik dari sisi budaya maupun sosial politik lokal.

Dilihat dari perkembangan di media massa, santer disebut muncul politik dinasti di bawah kepemimpinan Pepen karena Ade Puspita Sari adalah anaknya sendiri.

Namun, menurut Prof. Cecep Setiawan (Cewan) dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, politik dinasti adalah penerussan kepemimpinan melalui penunjukan keturunan tanpa melalui proses demokrasi. Sepanjang dilakukan melalui proses demokrasi, maka hak politik seseorang untuk maju dalam pemilihan pimpinan daerah maupun di partai politik. Karena, proses kepemimpinannya ditentukan oleh publik bukan oleh bapak yang mengajukannya untuk bisa ikut dalam suksesi tersebut. Dalam kerangka ini, dukungan Pepen terhadap anaknya Ade Puspita Sari untuk maju menjadi kandidat ketua DPD PG Kota Bekasi tidak tepat disebut sebagai politik dinasti.

Apalagi, Ade sebagai kandidat ketua bersama Nofel Saleh dan TB Hendra mempunyai nilai lebih terkait dirinya yang berhasil duduk di DPRD Provinsi Jawa Barat pada pemilu lalu. Bagi dia, posisi ini akan lebih mengangkat popularitasnya di tengah publik. Dengan agenda yang akan dilaksanakan melalui program kerja partai akan memerkuat secara terus menerus posisinya dan menjadi tolok ukur esksistensi partai di tengah publik. Tentu saja Pepan sebagai pimpinan akan memberikan estefet kepemimpinan kepada kader yang menonjol dapat membawa partai lebih maju lagi. 

Dari tiga kandidat yang akan memperebutkan kursi nomor satu di PG Kota Bekasi,  calon tersebut, Ade Puspita Sari posisinya di atas angin. Sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat kiprahnya akan membawa dirinya semakin dikenal. Melalui konstituennya di daerah yang diwakili, Ade akan semakin populer dan meskipun bisa pula biasa-biasa saja atau malahan menjadi tidak dikenal bila dia tidak memainkan peran sebagaimana diamanahkan kepadanya membawa aspirasi rakyat di wilayahnya.

Waktu singkat ini merupakan kesempatan yang akan menjadi faktor penentu tingkat popularitasnya. Sudah jelas, sebagai wakil rakyat Ade tidak akan membuang-buang waktu dan kesempatan tersebut. Justru hal itu akan menjadi nilai tambah baginya untuk memperlihatkan kepada publik maupun di tubuh partai.

Dengan begitu, perkembangan Ade sebagai elite PG Kota Bekasi ini akan memperkuat baik posisi dirinya maupun partai di jagad sosial politik kota penyangga di timur Ibukota, DKI Jakarta. Tidak saja kalangan kader partai, namun publik akan melihat berdasarkan kiprahnya itu, bahwa Ade memang pantas diusung untuk menjadi kandidat ketua DPD PG pada musda yang masih ditunggu waktunya.

Dari sisi persaingan antar kandidat, dua pesaingnya Nofel Saleh dan TB Hendra, tidak tampak kiprahnya di publik apabila masing-masing tidak punya kegiatan yang bersentuhan langsung dengan publik. Meskipun melalui media massa mereka muncul dengan berbagai statemen tetapi publik tidak melihat langsung apa yang dilakukannya. Publik akan menilai sesuai dengan gerak langkah masing-masing sang kandidat. Bila hanya cuap-cuap, publik akan mengatakan hanya “omdo” alias omong doang, tidak berbuat bagi masyarakat.

Pertarungan kandidat dalam musda tersebut, juga akan menampakkan diri mewakili zamannya masing-masing. Sekarang adalah era millenial dan memang publik mengharapkan etafet kepemimpinan dipegang oleh kaum millenial. Dikatakan di sini bukan hendak mendukung Ade, dilihat dari sisi ini Ade akan mewakili asprasi kalangan millenial yang lebih segar untuk melihat Indonesia ke depan. Nilai lebih ini dipastikan menjadi faktor positif yang dukungan para kader terhadap dirinya pada musda.

Sekali lagi dengan catatan, para kader melihat kepemimpinan ini sebagai bagian dari perjuangan untuk membawa partai ini disegani baik secara lokal maupun nasional, maka musda menjadi taruhan partai ke depan. Di sini kembali peran kepimpinan Pepen menjabat walikota Bekasi sejak 3 Mei 2012 menggantikan Mochtar Mohamad dan terpilih kembali dalam pilkada dan menjadi wali kota periode 2013-2018, dan periode 2018-2023, siap melepas kepada kader yang mumpuni dan juga aspek legalitas diri alias tidak cacat di mata publik.

Penulis: Peneliti Kajian Politik CPPS Indonesia

Image