Surabaya | HNN - Animo masyarakat Surabaya untuk menghuni rumah susun sederhana sewa (rusunawa) milik Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sangat tinggi. Bahkan, hingga saat ini ada sebanyak 10.776 keluarga yang sudah antre dan mendafta menjadi penghuni rusun. Padahal, pendaftaran permohonan pemakaian rusun itu sudah ditutup dan kini persyaratan penghuni rusun diperketat.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) Kota Surabaya Irvan Wahyudrajad memastikan pihaknya memang sudah menutup pendaftaran permohonan pemakaian rusun. Sebab, antrean pendaftaran permohonan pemakaian rusun sudah panjang dan terbatasnya ketersediaan unit hunian, serta tidak adanya pembangunan rusun baru.
“Antrean permohonan rusun hingga detik ini sebanyak 10.776 keluarga, ini realtime karena ada di e-rusun. Jumlah ini sebenarnya sudah berkurang dibanding awal tahun 2023 yang tembus 12 ribuan. Mereka yang keluar rusun itu ada yang sudah benar-benar lulus dari keluarga miskin (gakin) dan ada pula yang kami tertibkan,” kata Irvan di ruang kerjanya.
Hingga saat ini, Pemkot Surabaya sudah membangun sebanyak 23 rusunawa yang terdiri dari 109 blok dengan jumlah unit sebanyak 5.233 unit hunian. Blok Rusunawa yang terbangun merupakan bangunan rumah susun dengan ketinggian antara 4-5 lantai dengan luas unit hunian bervariasi mulai dari 18-36 meter persegi per unitnya.
“Tarif sewa rumah susun kami hanya Rp 10 ribu untuk yang terendah dan yang tertinggi sebesar Rp 164 ribu. Hal inilah yang mungkin menyebabkan animo masyarakat tinggi, sangat murah tapi tetap berkualitas,” tegasnya.
Selain antrean yang sangat panjang, persyaratan penghuni rusun juga sudah diperketat. Tujuannya untuk memastikan pemanfaatan rusunawa sesuai dengan peruntukan, yakni warga kategori keluarga miskin (gakin). Artinya, bagi warga yang sudah tidak masuk ke dalam kategori gakin harus keluar dari rusun.
Kepala UPT Rumah Susun Adinda Setyoningrum mengatakan beberapa aturan dalam perwali 93/2023 yang menjadi payung hukum terkait rusunawa memuat norma-norma baru, seperti kategori masyarakat yang bisa mengajukan permohonan menempati rusunawa. Dalam aturan lama hanya mendefinisikan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), sedangkan di aturan baru ada penyebutan dan kategori-kategori menjadi keluarga miskin atau gakin.
“Makanya, kita mulai sesuaikan peraturan baru itu. Jadi, yang bisa masuk adalah warga yang masuk kategori gakin dan sudah tinggal di Surabaya selama lebih kurang 5 tahun,” katanya.
Di samping itu, pemohon rusunawa yang nantinya boleh tinggal juga dibatasi, yaitu bapak, ibu dan anaknya yang belum menikah dan masih dalam satu kartu keluarga (KK). Kemudian untuk cucu, harus yang memiliki status kedua orang tuanya sudah meninggal.
“Selain agar lebih tertib, hal ini berdasarkan kelayakan tinggal dalam unit rusun karena unit rusun ukurannya juga terbatas, sehingga penghuninya juga terbatas,” ujarnya.
Adinda juga menegaskan bahwa di dalam aturan yang baru ini, juga terdapat sanksi dan penertiban yang akan dilakukan oleh Pemkot Surabaya secara bertahap, mulai dari teguran hingga peringatan penertiban. Hal itu biasanya akan dilaksanakan oleh Satpol PP Surabaya sebagai aparat penegak peraturan daerah.
“Untuk penertiban ini biasanya pengosongan oleh petugas namun sekarang juga dipertegas penghuni diminta mengosongkan unitnya sebelum dikenai sanksi penyegelan,” pungkasnya. (*)
Editor : Tri